Allah memberikan akal dan perasaan kepada setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Namun ternyata kecenderungan pemanfaatan potensi tersebut berbeda pada lelaki dan perempuan. Secara umum lelaki lebih cenderung banyak menggunakan akal dalam berkomunikasi, sedangkan kaum perempuan lebih bertumpu kepada perasaan. Hal ini akan membentuk percedaan yang panjang dalam aplikasinya.
Kadang ada ungkapan dari para istri, “Dasar laki-laki, tidak punya perasaan !” Bukan berarti laki-laki tidak punya perasaan, namun karena kecenderungan menggunakan potensi akal yang sangat kuat, kadang mengabaikan perasaan istrinya. Sering pula ada ungkapan, “Dasar perempuan, bisanya cuma menangis !” Bukan berarti perempuan tidak bisa berpikir, namun kecenderungan menggunakan potensi perasaannya sangat kuat, sehingga mudah tersentuh emosinya.
Bagi kaum perempuan secara umum, untuk bisa menangis tidak memerlukan sebab-sebab yang masuk akal. Menangis adalah bahasa perasaan bagi kaum perempuan. Sementara bagi kaum laki-laki, dengan akalnya mereka selalu memiliki perbandingan tingkat permasalahan, apakah suatu masalah cukup layak ditangisi atau tidak. Hal inilah yang menyebabkan banyak konflik antara suami dan istri apabila mereka saling tidak bisa memahami kondisi yang berbeda.
“Dengaren Resik……”
Untuk lebih memahami perbedaan laki-laki dan perempuan dalam hal pemanfaatan akal dan perasaan, cobalah perhatikan kejadian pada keluarga Budi dan Novie berikut.
Budi dan Novie adalah keluarga muda. Mereka berdua lahir dan tinggal di Yogyakarta. Budi dan Novie baru menjalani hidup berumah tangga selama tiga tahun dan belum dikaruniai anak. Tahun-tahun awal pernikahan memang menjadi bagian yang sulit dari kedua belah pihak untuk saling memahami dan saling menyesuaikan diri. Mereka berdua berusaha untuk saling mengerti satu sama lain, walaupun tentu saja selalu ada hal-hal kecil yang mengganjal dan menjadi sumber konflik.
Suatu sore, setelah Budi pulang dari kerja, sampai di rumah ia langsung duduk di sofa ruang keluarga. Hal ini sudah menjadi kebiasaannya setiap hari. Demikian pula Novie, ia selalu setia membuatkan Budi teh panas dan menyajikan di meja, kadang disertai dengan makanan ringan jika Novie sempat menyiapkannya.
Namun beberapa waktu terakhir ini, mereka berdua memang tengah mengalami ketidaknyamanan komunikasi. Beberapa kali terlibat pertengkaran yang membuat suasana hati mereka berdua tidak nyaman. Meski demikian, Novie tetap setia melayani Budi, walau dengan hati yang tidak senang.
Sore itupun berlaku seperti sore lainnya. Setelah Budi duduk di sofa ruang keluarga, Novie segera menghampiri dengan membawakan teh panas di atas nampan. Teh dihidangkan di meja, dan segera Novie duduk di samping Budi. Biasanya mereka akan mengobrol sembari menonton acara TV. Hal yang khas di keluarga muda ini, sehari-hari mereka berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Jawa.
Budi segera menyeruput teh panas. Budi diam saja sembari memandangi Novie. Merasa ada yang aneh dengan dirinya, Novie pun segera bertanya, “Ono opo Mas?”
“Dengaren resik….”, jawab Budi singkat. Nyaris tanpa ekspresi.
Sangat singkat jawaban itu, namun ternyata menimbulkan ekspresi yang luar biasa dahsyat pada Novie. Tiba-tiba Novie berdiri dan langsung bergegas lari ke dalam kamar tidur dan mengunci dari dalam. Budi tidak bereaksi, ia masih duduk di sofa sambil menikmati teh panas.
Tidak lama kemudian tampak Novie keluar kamar dalam kondisi sudah mengenakan pakaian rapi sembali membawa sebuah tas pergi.
“Arep neng ngendi?” tanya Budi.
“Aku arep mulih”, jawab Novie.
“Loh, ngopo kok mulih?” tanya Budi.
Novie sudah tidak mempedulikan perkataan Budi. Ia segera keluar rumah, menghidupkan mesin sepeda motor dan mengendarainya pergi dengan kecepatan tinggi. Suasana hati Novie emosi saat membawa sepeda motor, tampak dari caranya yang tergesa-gesa dan kecepatan yang tinggi. Bersegera ingin pergi meninggalkan Budi.
Kini Budi dibuat bingung menyaksikan kepergian Novie. Sungguh ia tidak menyangka, kalimat pendek yang baru saja diucapkannya membuat Novie emosi dan memutuskan untuk pergi. Namun ia yakin, Novie tidak akan pergi kemana-mana. Pasti ia pulang ke rumah orang tuanya yang berjarak seratus kilometer dari tempat tinggalnya.
Biasanya Novie akan naik sepeda motor sampai terminal bus, dan kemudian menggunakan bus untuk menuju rumah orang tuanya. Sepeda motor dititipkan di terminal bus. Kebiasaan ini sudah dimengerti Budi
Tanpa membuang waktu lagi, Budi segera mandi dan berganti pakaian. Ia merasa bersalah membuat Novie marah dan pergi dari rumah. Selepas shalat Maghrib ia mengendarai sepeda motor menyusul Novie ke rumah orang tuanya. Ia tidak naik bus seperti kebiasaan Novie, namun dari rumah ia mengendarai sepeda motor langsung menuju rumah mertua.
“Pasti Novie di sana,” pikirnya.
Dua jam mengendarai sepeda motor tanpa henti, sekitar jam delapan malam Budi tiba di rumah mertua. Benar dugaan Budi, ternyata Novie sudah di rumah orang tuanya.
Budi berbasa basi sebentar dengan bapak dan ibu mertua sembari makan malam. Usai makan malam, Budi segera menuju kamar Novie.
“Aku njaluk ngapura yo Vie….” ungkap Budi.
Mereka berdua segera berpelukan. Novie menangis tersedu-sedu dalam pelukan Budi. Malam hari itu telah terjadi antiklimaks. Pertengkaran yang melelahkan mereka berdua selama beberapa hari ini berakhir sudah di rumah orang tua Novie. Malam itu mereka rasakan seperti malam pertama lagi….
Bahasa Perasaan dan Bahasa Akal
Budi sulit memahami mengapa Novie tersinggung hanya oleh ucapan pendek, “Dengaren resik”. Bagi Novie, kalimat pendek itu sangat menyakitkan. Seakan-akan ia tidak pernah bersih selama ini, seakan-akan ia selalu berbau tidak enak selama ini. Padahal ia merasa sudah berusaha tampil sebaik mungkin di hadapan Budi, namun rupanya selama ini Budi masih memendam penilaian negatif terhadap penampilannya.
Bagi Budi, ia hanya ingin berkomentar saja, bahkan tampak seperti pujian. Memuji penampilan Novie yang bersih dan rapi. Namun pesan yang tertangkap oleh Novie tidak demikian. Bahkan berkebalikan. Novie menganggap Budi telah menghina dan mengejeknya. Ia kecewa berat atas ungkapan yang melecehkan tersebut, dan sulit bisa memahami mengapa Budi harus mengucapkan kalimat seperti itu kepadanya.
Dengan akalnya, Budi menganggap itu kalimat biasa saja. Sebuah pernyataan, yang tidak perlu dipikir secara dalam. Namun bagi Novie, itu kalimat yang menyakitkan. Menusuk perasaannya, dan membuat kemarahannya sampai di puncak. Ia tidak mau dilecehkan dan dihina oleh Budi. Itulah sebabnya ia langsung melarikan diri, pulang ke rumah orang tuanya. Di rumah ini Novie merasa tenang dan terlindungi.
Itulah beda bahasa perasaan dan bahasa akal. Bahkan dengan akalnya, Budi masih menganggap itu hal yang ringan. “Ya kalau kamu tersinggung dengan ucapanku, aku minta maaf”. Padahal bagi Novie, ini bukan sekedar bab meminta maaf. Namun bab yang sangat berat dirasakan dalam hati.
Namun sesungguhnya, di balik itu ada sesuatu yang tengah terjadi di antara mereka berdua. Yaitu, belum ditemukannya chemistry kesejiwaan yang menyatukan hati dan perasaan mereka berdua.
Rumus Kimia Penyatuan Jiwa
Dalam kehidupan sehari-hari, suami dan istri saling berinteraksi dalam suasana yang unik dan khas. Tidak sama dengan corak interaksi yang terjadi di dalam perusahaan, atau organisasi, atau industri. Suami dan istri adalah dua jiwa, dua nyawa, dua tubuh, dua otak, dua hati, dua pikiran, dua perasaan, dua cara pandang, dua keinginan, dua visi, dua misi, dua cita-cita yang dicoba disatukan. Menyatunya dua bagian yang berbeda dalam satu wadah bernama keluarga, tentu peristiwa yang sangat unik.
Kenyatannya, banyak pasangan suami istri yang proses penyatuannya tidak berjalan mulus, walau kehidupan rumah tangga mereka sudah berjalan lama. Seakan suami berada di suatu tempat dan istri di tempat lainnya. Tidak semakin mendekat namun semakin kukuh dan kokoh mempertahankan ego masing-masing.
Untuk bisa menyatukan dua bagian yang tidak sama ini, memerlukan sebuah rumus chemistry tertentu yang unik dan khas. Berbeda antara satu pasangan dengan pasangan lainnya. Setiap pasangan suami istri harus berusaha menemukan rumus “chemistry penyatuan” jiwa di antara mereka, agar semakin lama hidup berumah tangga, akan semakin mesra, semakin kompak, semakin kokoh ikatannya, semakin cinta, semakin sayang, semakin mudah mengerti, dan semakin mudah memahami.
Suami dan istri harus selalu berusaha untuk menemukan rumus kimia penyatuan jiwa di antara mereka. Walaupun laki-laki dan perempuan memang banyak perbedaan, bukan alasan untuk tidak bisa menemukan chemistry kesatuan hati, pikiran, dan perasaan. Suami dan istri harus selalu sadar untuk berproses bersama menuju pencapaian chemistry penyatuan.
Keluarga yang belum menemukan chemistry penyatuan, bahkan semakin menjauh dari chemistry, bisa dilihat dan dirasakan dari lima gejala yang muncul di antara suami dan istri, sebagai berikut.
- Mudah tersulut konflik. Hanya karena hal-hal sederhana dan sepele, membuat suami dan istri terlibat cekcok serta konflik. Banyak konflik tidak produktif dan tidak semestinya terjadi dalam keluarga mereka.
- Sering salah paham. Setiap pembicaraan dan komunikasi, tidak berujung kepada pengertian, namun justru menimbulkan kesalahpahaman. Akhirnya membuat mereka malas berkomunikasi.
- Tidak ada yang mau mengalah. Setiap muncul gejala konflik atau masalah, selalu berujung pertengkaran yang tidak mudah dilerai, karena tidak ada yang mau mengalah. Keduanya merasa heran, mengapa pasangannya tidak pernah mau mengalah.
- Selalu merasa dirinya benar. Suami dan istri selalu menganggap dirinyalah yang benar, dan pasangannya berada di pihak yang salah. Keduanya merasa heran, mengapa pasangannya tidak pernah merasa bersalah.
- Menganggap dirinya yang selalu mengalah. Sungguh unik, suami merasa selama ini ia selalu mengalah. Hal sama dirasakan istri. Ia menganggap selama ini dirinya sudah selalu mengalah. Mereka menuduh pasangannya yang tidak pernah mau mengalah.
Jangan letih untuk menemukan chemistry penyatuan jiwa antara suami dan istri. Tidak ada yang sulit selama keduanya mau berproses untuk menemukannya. Yang diperlukan hanyalah kesediaan untuk berubah, kesediaan untuk berproses menuju kondisi yang lebih baik, kesediaan untuk lebih fokus melihat masa depan keluarga, bukan fokus pada masa lalu. Suami dan istri hendaknya membuka diri, membuka pikiran, membuka perasaan, membuka mata hati, agar bisa melihat segala sesuatu dengan jernih dan bening. Bukan dengan kacamata emosi.
Untuk menemukan chemistry penyatuan suami dan istri, sesungguhnya tidak rumit. Kita menggunakan langkah yang sederhana saja. Jika lima langkah berikut ini berhasil dilaksanakan dalam kehidupan keluarga, insyaallah chemistry penyatuan jiwa akan semakin mudah didapatkan.
Saya mengajak suami dan istri untuk berlomba dalam lima aktivitas berikut ini:
- Berlomba untuk mendahului meminta maaf kepada pasangan. Siapa yang lebih cepat meminta maaf kepada pasangan, dialah yang paling baik.
- Berlomba untuk mendahului memaafkan pasangan. Siapa yang lebih cepat memaafkan pasangan, dialah yang paling baik.
- Berlomba untuk mendahului mengalah demi kebaikan bersama. Siapa yang lebih cepat mengalah demi kebaikan bersama, dialah yang paling baik.
- Berlomba untuk mendahului menyesuaikan dengan keinginan pasangan. Siapa yang lebih cepat menyesuaikan dengan keinginan pasangan, dialah yang paling baik.
- Berlomba untuk mendahului memberikan yang terbaik bagi pasangan. Siapa yang lebih cepat memberikan yang terbaik bagi pasangan, dialah yang paling baik.
Tidak sulit menemukan chemistry penyatuan suami istri, apabila masing-masing pihak menjadi juara dalam lima jenis perlombaan di atas. Selamat berlomba, semoga andalah juaranya. Anda yang menjadi pemegang kunci tercapainya chemistry penyatuan jiwa dalam keluarga.
Bila Jiwa Sudah Menyatu
Apabila rumus kimia penyatuan jiwa sudah ditemukan oleh Budi dan Novie, maka dialog mereka akan mudah menyambung dan tidak menimbulkan salah paham lagi.
“Dengaren resik…”, ungkap Budi suatu ketika, saat menyaksikan penampilan Novie.
“Lah timbang kowe arang adus…”, jawab Novie.
“Kok kiro aku adus gembel po…” balas Budi sambil ‘plesetan’.
Mereka berdua tertawa bersama. Saling meledek, saling mentertawakan diri dan pasangannya, tanpa ada yang tersinggung. Tanpa ada yang marah. Tidak perlu lari ke rumah orang tua. Mereka bisa menikmati kebahagiaan dalam canda dan tawa bersama.
**********************
Terjemahan kalimat bahasa Jawa.
Ono opo Mas? = Ada ada Mas?
Dengaren resik = Tumben bersih
Arep neng ngendi? = Mau pergi kemana?
Aku arep mulih = Aku mau pulang
Loh, ngopo kok mulih? = Loh, mengapa kok pulang?
Aku njaluk ngapura yo Vie = Aku minta maaf ya Vie
Lah timbang kowe arang adus = Lah ketimbang kamu jarang mandi