Pesona Yang Mendatangkan Cinta

Aku mencintainya sebelum mantraku terputus
Seperti onta yang perawakannya sangat bagus
Cahaya bulan purnama seakan pancaran wajahnya
Berpendar di Bani Hasyim dan membumbung ke sana

(Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Raudhah Al-Muhibbin wa Nuzhah Al-Musytaqin)

Bait-bait syair di atas meluncur dari mulut seorang wanita hamba sahaya yang begitu terpesona kepada Muhammad bin Al Qasim bin Ja’far bin Abu Thalib.

Dunia ini memang penuh dengan pesona yang menghadirkan cinta. Tak jarang ia menggelincirkan orang-orang yang sedang mendaki puncak ketakwaan. Atau melalaikan dirinya dari Sang Kekasih sejati. Membuat ia gagal melihat pesona Rabbnya dalam setiap gerak nafas kehidupan.

Fananya Pesona Dunia

Boleh jadi ada seorang pria yang terpesona ketika melihat sesungging senyum di bibir manis seorang gadis, indah binar matanya, hidungnya yang bangir atau bagian yang lain dari diri wanita tersebut. Tidak jarang bahkan membuat seorang pria jatuh cinta  kala pertama melihatnya (Fall in love at the first sight). Lalu berlanjut ia ingin lebih lama melihat dan menikmati pesona itu, bahkan berlanjut pada keinginan untuk memilikinya.

Sesungguhnya pesona seperti ini tidaklah menjadi tercela ketika ia tidak menghalangi untuk dekatnya seseorang kepada Allah. Yang menjadi terlarang ketika ia mendasarinya dengan syahwat. Syahwat yang menghalangi diri seorang hamba kepada cinta sejatinya. Syahwat yang mengaburkan seseorang dari orientasi sejatinya.

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ  [آل عمران: 14] .

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak laki-laki, harta yang banyak dari jenis emas dan perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik. (Ali ‘Imran: 14)

Allah menyebutkan satu persatu kebutuhan fitrah manusia, yang kesemuanya itu di halalkan untuk manusia ketika cara mendapatkan dan mempergunakannya sesuai dengan syari’at dan aturan dari Allah Subhanawata’ala. Tapi ketika syahwat membelengunya maka ia akan melihat itulah sebenar-benarnya cinta. Ia gagal menjadikan semuanya itu sebagai sarana untuk mendapatkan kecintaan Allah Subhanawata’ala. Padahal semua yang Allah sebutkan itu akan sirna, sedangkan apa yang ada di sisi Allah itulah yang kekal abadi.

Menuju Kesejatian Cinta

Apa yang akan kita lakukan dengan uang 1000 Dinar ? Kalau nilai 1 Dinar hari ini sama dengan Rp. 2.200.000,- itu artinya kita sedang berbicara tentang jumlah uang yang sangat besar 2.2jt x 1000 = 2.2 Milyar. Apakah ada di antara kita yang berinfak dengan uang sebesar itu dalam satu waktu ?

Abdurrohman bin Samuroh Radhiallahu’anhu mengungkapkan, Utsman bin Affan datang menemui Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam dengan membawa uang sebanyak seribu dinar yang dibungkus pakaiannya. Kala itu beliau sedang mempersiapkan pasukan dalam perang Tabuk. Usai menerima sumbangan dari Ustman bin Affan ra. untuk jihad fi sabilillah, Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam bersabda, “Tidak ada satupun yang merugikan ibnu Affan atas apa yang dilakukannya setelah hari ini.” Beliau mengulangi ucapan tersebut beberapa kali. (HR. Ahmad, dan Tirmidzi)

Belum lagi di tambah dengan 940 ekor unta dan 60 ekor kuda yang ia infaq pula di dalam perang tersebut.

Itulah jawaban Utsman Radhiallahu’anhu di saat ia mendengar ucapan Rasulullah Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam pada saat melakukan persiapan untuk menghadapi perang Tabuk, “Siapa yang melengkapi kebutuhan mereka (pasukan), maka Allah akan mengampuninya”(Fathul Bari 7/67). Harta yang sedemikian banyak itu tidaklah ada artinya ketika yang meminta adalah sumber dari  semua kebaikan dan kekayaan.

Ujian Cinta untuk Ibrahim Alaihissalam

Sulit bagi kita untuk membayangkan ujian cinta yang di berikan Allah Subhanawata’ala kepada kekasihNya Nabiyullah Ibrahim Alaihissalam. Ketika ia harus meninggalkan anak dan isterinya di sebuah lembah yang tidak berpenghuni dan tidak ada tumbuh-tumbuhan di sana (Ibrahim : 35). Begitu pula ketika ia harus menyembelih anaknya atas perintah Allah Subhanawata’ala. (Ash Shafat 104-107). Merupakan hal yang fitrah ketika ia mencinta anak dan isterinya. Dan merupakan perintah yang tidak masuk di akal ketika ia harus menyembelih Ismail yang merupakan darah dagingnya sendiri. Tapi Ibrahim Alahissalam tidak tertipu dengan semua pemberontakan syahwat itu terhadap perintah Allah Subhanawata’ala. Karena hanya Allahlah yang telah mempertemukan ia dan isterinya dan hanya karena Allah pulalah ia dan isterinya dianugrahi anak. Lantas bukankah hal yang wajar ketika Allah meminta kembali dengan caraNya ?

Mari Kita Berkaca Tentang Cinta Kita

Allah adalah kekasih sejati kita, ketika seorang anak lahir ke dunia ini mungkin kita menjadi takjub dan terpesona melihat mungil dan lucunya sang bayi. Tapi di balik mungil dan lucunya sang bayi, ada Kebesaran dan Kekuasaan Allah Subhanawata’ala. Justeru pesona sang Pencipta inilah yang seharusnya muncul di dalam diri kita. Sehingga menambah syukur dan cinta kita kepada Allah Subhanawata’ala. Bukankah salah satu bagian dari bukti rasa cinta itu adanya saling memberi dan menerima ? Mengapa kita tidak belajar dari Ibunya Maryam pada saat ia mengandung, ia pun berdo’a,
Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di baitul Maqdis). Karena itu terimalah nazar itu dari padaku. Sesungguhnya Engkau-lah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Ali Imron: 35)

Tidak hanya sebuah kegembiraan akan hadirnya si calon bayi, tapi lebih dari itu ia ingin agar anak yang di kandungnya kelak memiliki orientasi yang benar di dalam kehidupannya, untuk senantiasa beribadah  kepada Allah. Bayi yang di kandungnya ia persembahkan untuk totalitas ubudiyah kepada Allah.

Jangan Kau Biarkan Kekasihmu Kecewa

Bukankah pula kekasih itu selalu berharap ada waktu bertemu ? Bukankah pula Allah Subhanawata’ala dengan cintanya telah membuat appointment rutin dengan kita ? Lima waktu dalam sehari semalam, itulah kesepakatan pertemuan kita dengan Allah, Subuh, Dzuhur, Ashar, Magrib dan Isya. Pertanyaannya menjadi sangat sederhana, kalau kita memiliki janji dengan orang yang kita cintai, apakah kita akan berusaha untuk datang tepat waktu atau dengan sengaja datang terlambat ? Kita sendiri saja bahkan tidak mau di perlakukan tidak adil seperti itu, lantas bagaimana kita bisa melakukan hal tersebut terhadap Allah ? Apa yang sudah kekasih kita berikan untuk kita ? Apakah ia memberikan mata yang bisa kita pergunakan untuk melihat ? Apakah ia yang memberikan paru-paru yang sehat agar kita bisa bernafas ? Apakah ia yang memberikan kaki hingga kita bisa bergerak ke sana-kemari ? Lantas, mengapa kita begitu mudah untuk mengecewakan Allah ?

Dunia ini memang menyimpan banyak pesona, tataplah ia dengan tatapan iman, niscaya kita akan menemukan kesejatian cintaNya di sana. “Dan orang orang yang beriman teramat sangat cintanya kepada Allah…” (Q.S Al Baqoroh : 165 )

Leave a Reply

Your email address will not be published.

WhatsApp Online! Klik untuk konsultasi

Rancang Anggaran Pernikahan