“Suami saya tidak romantis. Orangnya sangat cuek. Tidak pernah mengucapkan kalimat ‘I love you’ dan kalimat mesra lainnya”, ungkap seorang istri.
“Suami saya tidak bisa mengucapkan kata-kata mesra. Kalau di rumah diam saja. Saya penginnya suami saya bisa berlaku romantis”, ungkap istri lainnya.
Ungkapan semacam itu banyak kami jumpai di ruang konseling, baik di lembaga Jogja Family Center (JFC) maupun di Rumah Keluarga Indonesia (RKI). Dari curhat para istri itu, banyak di antara mereka yang menuntut suami berperilaku romantis. Namun di sisi lain tampak pula bahwa mereka memahami romantisme itu hanya dari segi kata-kata cinta, atau kata-kata mesra.
Benarkah makna romantis itu hanya terkait dengan kata-kata cinta? Apakah tindakan romantis hanya diwujudkan dengan bunga, puisi, lilin, kue ulang tahun, dan yang semacam itu?
Romantis Bukan Hanya Kata-kata
Salah satu sisi romantisme adalah kata-kata cinta, seperti ungkapan “I love you, aku rindu kamu, aku memerlukanmu, kamu sangat berari bagiku”, dan lain sebagainya. Namun romantisme tidak selalu identik dengan kata-kata cinta dan rayuan mesra. Sangat banyak perilaku romantis, bahkan yang lebih nyata, bukan sekedar melalui kata-kata belaka.
Jika para istri memahami romantis hanya dari kemampuan merangkai kata-kata cinta, pasti sangat banyak suami yang masuk kategori tidak romantis. Di antara kecenderungan rata-rata laki-laki adalah tidak suka ungkapan verbal, sementara rata-rata perempuan sangat suka ungkapan verbal. Berat bagi kebanyakan laki-laki untuk ‘mengobral’ kata-kata cinta kepada istri, sementara sang istri sangat ingin mendengar dari suaminya.
Romantisme bisa berwujud apa saja yang bisa membahagiakan pasangan. Hal-hal sederhana seperti perhatian, akan mudah diterima sebagai bentuk romantisme. Contoh dari perhatian ini adalah hadiah, apapun bentuknya. Ketulusan dalam memberikan hadiah kepada istri akan mudah ditangkap istri sebagai bentuk perhatian yang sangat membahagiakan hatinya. Bukan soal harga atau nilai dari hadiah itu, namun lebih kepada ketulusan dan kesungguhan dalam memberikan perhatian kepada pasangan.
Suatu ketika seorang suami pulang membawa oleh-oleh berupa pasir pantai yang disimpan dalam botol air mineral 500 ml, ditambah beberapa potong batuan karang pantai yang berbentuk unik. Benda-benda sederhana itu disimpan di dalam tas kresek kecil, dan dimasukkan ke dalam ransel yang menemaninya dalam perjalanan.
Ia baru saja pulang dari kegiatan outbond di pantai bersama rekan-rekan kantornya. Kegiatan selama tiga hari dua malam tersebut sangat melelahkan. Namun ia masih sempat mencari sesuatu untuk oleh-oleh bagi istri yang menanti kepulangannya.Sesampai di rumah ia serahkan kepada istri tercinta.
“Aku tidak punya cukup uang untuk membelikanmu oleh-oleh. Namun aku melihat pasir pantai yang indah dan batuan karang aneka bentuknya. Aku pilihkan yang terindah untukmu”, ungkapnya.
Beberapa orang rekan kantornya tampak berbelanja beberapa souvenir di pantai sebelum pulang. Ia sendiri tidak tahu apakah souvenir itu akan dihadiahkan untuk istri mereka atau untuk yang lain, namun ia tidak ingin ketinggalan momentum. Beberapa hari pergi meninggalkan rumah, ia ingin ada oleh-oleh untuk sang istri. Namun ia tidak cukup memiliki uang untuk membeli souvenir seperti yang dilakukan rekan-rekannya.
Ternyata oleh-oleh sederhana itu sangat dikenang oleh istri hingga usia tua. Duapuluh tahun berlalu, peristiwa itu tetap dikenang sang istri dan sering diceritakannya kepada orang lain. Sang istri dengan bangga dan bahagia menceritakan oleh-oleh berupa pasir dan batu-batu karang tersebut, sebagai contoh bentuk romantisme sang suami kepada dirinya.
Sang istri menangkap perhatian yang tulus dari suami, dan ia menerima hal itu sebagai bentuk romantisme. Walau di rumah sang suami tidak pernah mengucapkan kata-kata cinta, namun tampak benar perhatian dari sang suami. Setiap pulang dari tugas luar kota, sang suami selalu membawam oleh-oleh untuknya. Sesederhana apapun, selalu ada yang dibawa untuk istri tercinta.
Ternyata pasir pantai dan pecahan batu karang bisa menjadi ekspresi romantisme seorang suami. Ia sendiri tidak pernah berpikir untuk berperilaku romantis, namun ia hanya ingin menunjukkan perhatian kepada istri tercinta. Perhatian yang tulus inilah salah satu romantisme yang sangat mendalam. Bentuk perhatiannya bisa bermacam-macam, namun ketulusan perhatiannya yang lebih menentukan.
Tidak selalu dengan buka tulip atau sakura. Tidak mesti dengan lilin-lilin di tengah pesta. Bahkan dengan pasir pantai pun telah menunjukkan romantisme yang nyata.
Romantisme Nyata
Saya menyebut hal-hal tersebut sebagai romantisme yang nyata. Suami bisa membantu istrinya memasak di dapur, atau memberihkan tempat tidur, atau menyapu halaman rumah, membuang sampah, mencuci piring kotor, merapikan mainan anak-anak yang berantakan, dan lain sebagainya. Suami bisa menanam bunga di halaman depan, atau merapikan taman yang sudah dipenuhi ilalang. Itu semua adalah bentuk kepedulian dan perhatian terhadap keluarga.
Tidak ada gunanya kata-kata cinta, jika suami tidak mau bekerja mencari penghidupan. Suami yang malas, hanya tidur saja kegiatannya, nonton TV, tidak mau mengerjakan aktivitas kerumahtanggaan, tidak mau membantu kerepotan istri di rumah, namun pandai merayu dan mengeluarkan kalimat-kalimat mesra kepada istrinya, ini tidak ada artinya. Tentu saja istri senang mendapat kata-kata mesra dari suaminya, namun istri tidak akan senang melihat suami yang bermalas-malasan.
Namun demikian, para suami yang rajin dan energik dalam melaksanakan kegiatan baik di luar rumah maupun di dalam rumah, tetap harus mengalokasikan waktu untuk belajar mengekspresikan cinta melalui kata-kata. Walau sudah merasa melakukan kewajiban sebagai suami, rajin membantu kegiatan istri, tetap diperlukan ketrampilan memuji dan merayu istri. Tidak harus diucapkan secara langsung, bisa pula ditulis melalui SMS, whatsApp, email atau ditulis di secarik kertas untuk istri tercinta.
Jadi, ekspresikan saja cinta anda kepada pasangan dalam berbagai bentuknya. Tidak selalu dengan kata-kata. Itulah romantisme yang nyata. [PakCah]